566 lembar peta yang baru. Selain itu diciptakan suatu wadah
pengelola, pengawas dan teknisi pemetaan topografi yang
lebih berpengalaman. Untuk semua pihak - Bakosurtanal,
para kontraktor dan TAT - boleh dibilang proyek ini telah
merupakan suatu pengalaman mendidik yang berguna.
P. Suharto, J.A. Bureau J.E. Drummond LREP-II -
Proyek Penilaian dan Perencanaan Sumber Daya Tanah di
Indonesia
Di negeri dinamis seperti Indonesia, perkembangan yang
kurang atau samasekali tidak terencana dapat menimbulkan
masalah ekonomi maupun lingkungan. Tujuan utama dari
Proyek Penilaian dan Perencanaan Sumber Daya Tanah
kedua (LREP-II) adaiah menambah kemampuan para pe-
rencana fisik Indonesia di 18 provinsi (Bappeda), serta
menghindarkan masalah-masalah tersebut. Hai ini dilakukan
dengan cara menambah keahlian di bidang analisis data ling
kungan, pengambilan keputusan, serta penyajian informasi
lingkungan.
Da/am artikel ini pertama digambarkan peran para Perencana
Fisik. Selanjutnya dibahaslah sarana-sarana yang dapat diper-
gunakan, dalam rangka LREP-II, untuk menambah ke
mampuan Bappeda di bidang perencanaan fisik.
semakin berkembang dan lengkap, disarankan supaya pen-
gumpulan nama di lapangan dibimbing secara bersama oleh
Bakosurtanal dan Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
T. Lukman Aziz - Pendidikan kartografi di Fakultas Teknik
Geodesi, Institut Teknologi Bandung
Semenjak pendiriannya pada tahun 1950, Fakultas Teknik
Geodesi Institut Teknologi Bandung menyediakan pendidikan
di bidang kartografi. Karena sarana pendidikan masih kurang,
pendidikan ini sampai tahun 1975 tetap terbatas saja. Pada
tahun 1975, Pusat Pendidikan Fotogrametri dan Kartografi
(PPFK) didirikan dengan bantuan kerjasama pengembangan
Belanda. Sejak tahun itu ahli-ahli kartografi tingkat me-
nengah (technician) dilatih khusus di PPFK. Lagipula para
mahasiswa Fakultas Teknik Geodesi sendiri dapat memakai
semua fasilitas kartografi di PPFK juga untuk melengkapkan
pendidikannya. Artikel ini menggambarkan perkembangan
dan kemajuan dalam pendidikan kartografi maupun kesang-
gupan PPFK untuk memenuhi kebutuhan pada penggambar
dan orang-orang ahli kartografi untuk melaksanakan seluruh
proyek pemetaan di Indonesia.
T.R. Tichelaar - Bhinneka Tunggal Ika: Toponimi di In
donesia
Dinas Topografi di Hindia Belanda dahulu, dan kemudian
instansi-instansi pemetaan di Indonesia Merdeka pula, telah
menaruh perhatian sepatutnya kepada permasalahan nama-
nama geografi (toponimi). Yang dicarilah khususnya standar-
standar untuk penetapan ejaan nama. Permasalahan ini di
Indonesia memang sulit, mengingat keanekaragaman ke-
budayaan dan bahasanya yang luar biasa. Setiap bahasa
daerah mempunyai ciri-ciri sendiri, lagipula keadaan sosial-
politik dan sejarah kependudukan setiap daerah selayaknya
ikut dipertimbangkan.
Pada tahun 1989 Bakosurtanal dengan Sponsoring PBB me-
nyelenggarakan Workshop Toponimi internasional.
Workshop ini mempertemukan instansi-instansi di bidang pe
metaan dan ilmu bahasa, beserta sejumlah instansi lain yang
berkepentingan. Dengan demikian terbentuklah perkumpulan
yang cocok untuk memula dialog tentang prinsip-prinsip stan-
dardisasi.
Pembakuan resmi nama-nama geografi dapat terwujud sejak
tanggal II Maret 1993 Mendagri Rudini, dengan menge-
luarkan Surat Keputusan Menteri, membina Panitia Tetap
Nasional Toponimi. Lima dari 13 orang Panitia Tetap ini
sempat menghadiri Workshop tahun 1989.
Prasyarat utama untuk mencapai standar-standar yang tepat
maka berterima di kalangan pemakainya adaiah pengetahuan
leksikal dan geolinguistik yang memadai tentang ratusan logat
yang merupakan kekayaan budaya Nusantara itu. Guna meya-
kinkan akses ke pengetahuan di bidang ilmu bahasa, yang
Brown/Voskuil - Sumbangan Belanda pada pendidikan kar
tografi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Fakultas geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) adaiah
yang terbesar di Indonesia, dengan staf ilmiah berjumlah 62
orang pada tahun 1984. Artikel ini mengenai bantuan yang
disediakan negeri Belanda kepada Fakultas Geografi, dan te-
rutamanya Departemen Kartografi, semasa dua buah proyek
yang dibiayai negeri Belanda pada tahun 1973-1984.
Kedua penyusun berpartisipasi sendiri dalam proyek-proyek
ini, berpangkalan Yogyakarta selama 2 tahun (Voskuil)
semasa Proyek Lembah Serayu, dan selama 3 tahun (Brown)
semasa lanjutannya Proyek Ilmu Bumi. Sewaktu berlangsung
Proyek Sungai Serayu, menjadi jelaslah bahwa Departemen
Kartografi membutuhkan penambahan tenaga kerja supaya
sanggup menerbitkan hasil-hasil penelitian Fakultas seperti
selayaknya dan menyelenggarakan kursus-kursus kartografi
untuk memenuhi permintaan akan tenaga ahli kartografi yang
ada di Indonesia. Dalam tahap-tahap lanjut proyek ini, didi
rikan kesatuan produksi kartografi yang baru, dan staf
tekniknya dilatih. Selama Proyek Ilmu Bumi berlangsung, ke
satuan produksi ini diperbesar. Tiga dari delapan orang staf
ilmiah Departemen Kartografi disekolahkan ke ITC, En-
schede, dan kurikulum kursus dijadikan lebih lengkap. Pada
tahun 1984, Departemen Kartografi bersama Departemen
Penginderaan Jarak Jauh sudah sanggup menyediakan salah
satu dari delapan jurusan yang dapat dipilih mahasiswa di
tahap kedua studi geografi.
Drs. T.R. Tichelaar
KT 1993.XIX.3
79